BAB 2 Keanekaragaman Hayati
A.Konsep Keanekaragaman Hayati
1. Pengertian Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati adalah kekayaan atau bentuk kehidupan di
bumi, baik tumbuhan, hewan, mikroorganisme, genetika yang dikandungnya, maupun
ekosistem, serta proses-proses ekologi yang dibangun menjadi lingkungan hidup
(Primak et al dalam 1998 dalam Kuswanda 2009).
Frasa keanekaragaman hayati sendiri sering pula disebut sebagai
biodiversitas. Biodiversitas ini dapat kita temui di sekitar kita, berbagai
makhluk hidup yang kita temui menggambarkan adanya perbedaan-perbedaan antara
makhluk hidup yang saling menyeimbangkan.
2. Tingkatan Keanekaragaman Hayati
Biodiversitas dapat terjadi pada berbagai tingkatan kehidupan,
mulai dari organisme tingkat rendah sampai organisme tingkat tinggi. Secara
garis besar biodiversitas ini dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu keanekaragaman
gen, keanekaragaman spesies, dan keanekaragaman ekosistem.
1. Keanekaragaman Gen
Biodiversitas pada tingkatan ini menyebabkan
variasi antar individu dalam satau spesies. Contoh dari biodiversitas pada
tingkat gen ini misalnya perbedaan antara varietas padi, varietas padi ini
sangat bermacam-macam misalnya varietas rojolele, cianjur, IPB 3S, IR, dan
kapuas.
Tanaman mangga pun
memiliki biodiversitas gen yang cukup mencolok, misalnya terdapat mangga (Mangifera indica) varietas harum
manis, bali, gadung, dan si manalagi.
Manusia pun merupakan
contoh biodiversitas gen yang paling mencolok. Manusia meskipun merupakan
spesies yang sama yaitu Homo sapiens, tetapi manusia
memiliki bentuk yang sangat berbeda dengan manusia lainnya.
Biodiversitas ini terjadi
akibat adanya variasi gen yang berbeda pada setiap individu sejenis. Gen
sendiri adalah materi dalam kromosom makhluk hidup yang mengendalikan sifat
organisme. Gen ini menyebabkan adanya suatu variasi yang nampak (fenotipe) dan
variasi yang tidak nampak (genotipe). Susunan gen ini pada setiap makhluk hidup
akan berbeda karena gen merupakan hasil dari campuran gen betina dan gen jantan
ketika dalam proses perkawinan.
2. Keanekaragaman Spesies
Keanekaragaman pada tingkat spesies sangat
mudah diamati karena perbedaan yang sangat mencolok. Sebagai contoh kucing,
harimau, dan macan memiliki morfologi yang berbeda satu sama lain, tetapi
mereka sebenarnya berkerabat dekat.
3. Keanekaragaman Ekosistem
Semua makhluk hidup berinteraksi dengan
lingkungannya, baik itu faktor biotik maupun faktor abiotik. Faktor biotik
merupakan bagian-bagian dalam ekosistem yang merupakan makhluk-makhluk hidup misalnya tumbuhan,
sedangkan faktor abiotik merupakan bagian dalam ekosistem yang tidak hidup
misalnya iklim, cahaya, air, tanah, tingkat keasaman tanah, dan kandungan
mineral dalam tanah.
Faktor biotik maupun faktor abiotik ini sangat
beragam, oleh sebab itu ekosistem yang tersusun atas dua faktor tersebut pun
memiliki perbedaan antar ekosistem satu dengan ekosistem lainnya.
Berbagai jenis ekosistem ini di antaranya adalah
1. Ekosistem Lumut
Ekosistem lumut merupakan ekosistem yang
mayoritas lingkungannya ditumbuhi oleh tumbuhan lumut. Biasanya ekosistem ini
terdapat di daerah yang bertemperatur rendah, seperti di puncak gunung,
perbukitan, dan di daerah dekat kutub. Hewan yang berada di ekosistem ini
biasanya adalah hewan yang berbulu tebal dan toleran terhadap suhu yang dingin.
2. Ekosistem Hutan Berdaun Jarum
Ekosistem hutan berdaun jarum berada di daerah
sub tropis. Ekosistem ini biasanya tumbuh pada suhu yang relatif rendah.
3. Ekosistem Hutan Hujan Tropis
Ekosistem ini terdapat di daerah tropis dengan
ciri khas utama tumbuhan yang beranekaragam. Ekosistem ini biasanya memiliki
keanekaragaman hayati yang sangat besar. Indonesia yang memiliki ekosistem
jenis ini dikenal sebagai negara megabiodiversity karena memiliki jutaan
spesies makhluk hidup.
4. Ekosistem Padang Rumput
Ekosistem ini didominasi oleh rerumputan dan
terdapat di daerah yang memiliki iklim yang cukup kering. Ekosistem ini
misalnya terdapat di hutan-hutan Afrika.
5. Ekosistem Padang Pasir
Ciri utama dari ekosistem ini adalah adanya
tumbuhan kaktus yang hanya membutuhkan sedikit air untuk hidup. Hewan yang ada
di sini antara lain reptil, mamalia kecil, dan berbagai jenis burung.
3.2 Berdasarkan Persebaran
Organisme
Persebaran makhluk hidup di muka bumi
dipelajari dalam cabang ilmu biologi yang disebut biogeografi.
Studi tentang penyebaran spesies ini
menunjukan bahwa suatu spesies berasal dari satu tempat, kemudian menyebar ke
berbagai arah dan terjadi diferensiasi pada spesies tersebut sesuai dengan
keadaan alam yang ditempatinya.
Isolasi geografi yang
merupakan pembatasan spesies untuk menyebar dan berkompetisi menyebabkan adanya
perbedaan susunan flora dan fauna di berbagai tempat. Isolasi geografi ini bisa
disebabkan oleh penghalang geografi (barrier) seperti gunung yang
tinggi, gurun pasir, lautan, dan sungai yang lebar dan dalam.
Berdasarkan adanya
persamaan fauna di wilayah-wilayah tertentu di muka bumi, Alfred Russel Wallace
mengklasifikasikan bumi menjadi 6 daerah biogeografi, yaitu:
- Nearktik (Amerika bagian utara)
- Palearktik (daerah Asia sebelah utara pegunungan
Himalaya, Eropa dan Afrika, serta Gurun Sahara sebelah Utara)
- Neotropikal (Amerika Selatan bagian tengah)
- Oriental (Asia, Himalaya bagian selatan)
- Ethiopia (Afrika)
- Australia (Australia dan pulau-pulau sekitarnya)
Fauna di Indonesia
sendiri mencerminkan daerah biogeografi Australia dan Oriental. Pembagian
wilayah ini dibagi menjadi 3 biogeografi di Indonesia, yaitu biogeografi
oriental, peralihan, dan australia. Batas antara oriental dan peralihan disebut
dengan garis Wallace dan batas antara biogeografi australia dan peralihan
adalah batas weber.
Kepulauan di Indonesia
merupakan pertemuan dua biogeografi, yaitu oriental dan australia. Biogeografi
oriental memiliki ciri khas fauna yang sangat kaya akan tipe mamalia dan
biogeografi australia miskin akan jenis mamalia.
1. Persebaran fauna di Indonesia Barat
(Oriental)
Bagian barat wilayah Indonesia yang termasuk ke dalam Paparan
Sunda memiliki tipe fauna oriental.
Pulau Sumatera memiliki fauna khas seperti gajah, tapir, badak
bercula dua, harimau, siamang, dan orang utan.
Pulau Jawa memiliki fauna khas seperti badak bercula satu,
harimau, dan banteng.
2. Persebaran fauna di wilayah Indonesia Timur (Australia)
Wilayah Indonesia bagian timur didominasi oleh
tipe fauna australialis. Hewan-hewan yang ada di daerah ini di antaranya adalah
Kasuari, Nuri, Parkit, Cendrawasih, Merpati Berjampul, Kangguru Wallabi,
Kangguru Pohon, Anoa, dan Komodo.
3. Zona peralihan antara oriental dan
australia
Zona peralihan ini
terletak di antara zona oriental dan australia. Jenis fauna di wilayah ini
sangat khas karena sifat-sifatnya mirip dengan fauna oriental maupun australia.
Wilayah peralihan yang paling mencolok adalah pulau Sulawesi
4. Manfaat dan Nilai
Keanekaragaman Hayati
Dalam kehidupan sehari-hari keanekaragaman
tumbuhan dan hewan dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup manusia, baik itu
kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder.
Kebutuhan primer manusia yang didapatkan dari
alam ini di antaranya adalah kebutuhan sandang (ulat sutra, domba, dan kapas),
pangan (serelia atau biji-bijian, umbi-umbian, sayur, buah, telur, daging, dan
susu), papan (pohon meranti, pohon sengon, pohon jati, dan pohon mahoni), serta udara bersih yang
didapatkan dari tumbuhan hijau.
Kebutuhan sekunder
manusia yang bersumber dari keanekaragaman hayati misalnya transportasi (kuda,
unta, dan sapi) dan sebagai sarana rekreasi (pepohonan, hutan, tanaman bunga,
tanaman hias, keindahan bawah laut, dan hewan peliharaan).
Berdasarkan manfaat dari biodiversitas
ini, maka keanekaragaman hayati memiliki berbagai nilai bagi manusia, yaitu
- nilai biologi,
- nilai estetika,
- nilai religius,
- nilai ekonomi
- nilai budaya, dan
- nilai pendidikan.
5.
Pengaruh Kegiatan Manusia terhadap Keanekaragaman Hayati
Perkembangan teknologi
yang begitu pesat tanpa memerhatikan keseimbangan alam berdampak pada
keanekaragaman hayati di dunia. Kegiatan manusia ini ada yang berdampak
positif dan ada pula yang berdampak negatif.
Dampak negatif dari
adanya kegiatan manusia ini misalnya dalam hal kegiatan ladang berpindah,
intensifikasi pertanian, penemuan bibit tanaman dan hewan baru yang unggul yang
mendesak bibit lokal, perburuan liar dan penangkapan ikan dengan cara tidak
tepat, penebangan liar, ladang berpindah, kegiatan manusia lain yang
menyebabkan rusaknya hutan, serta industrialisasi.
Kegiatan manusia yang berdampak postif
pada keanekaragaman hayati antara lain adalah
- penghijauan dan reboisasi,
- pengendalian hama secara biologis,
- pemanfaatan hutan dengan menggunakan sistem RIL (Reduce Impact Logging),
- usaha pemuliaan hewan dan tanaman yang menghasilkan
varietas tanaman dan hewan unggul, dan
- usaha-usaha pelestarian alam yang dilakukan secar
eks-situ maupun in-situ.
6.
Usaha Perlindungan Alam
Usaha perlindungan
alam lebih dikenal dengan konservasi sumber daya alam hayati. Pelestarian
biodiversitas ini bertujuan untuk mengawetkan makhluk hidup agar tidak
mengalami kepunahan atau memperlambat laju kepunahan suatu makhluk hidup.
Perlindungan alam ini dibagi menjadi
perlindungan alam umum dan perlindungan alam dengan tujuan tertentu.
6.1
Perlindungan Alam Umum
Perlindungan alam umum ini merupakan
suatu tindakan untuk melindungi flora, fauna, dan tanah dari suatu ekosistem.
Perlindungan alam umum ini diklasifikasikan menjadi:
- Perlindungan alam ketat (perlindungan dilakukan secara
ketat tanpa adanya campur tangan manusia, contohnya Cagar Alam Sancang di
Garut)
- Perlindungan alam terbimbing (perlindungan alam yang
dibina oleh para ahli konservasi misalnya di Kebun Raya Bogor)
- Taman nasional (perlindungan alam yang memiliki berbagai
tujuan dengan sistem zonasi, misalnya Taman Nasional Baluran di Jawa Timur)
6.2
Perlindungan Alam dengan Tujuan Tertentu
Perlindungan alam dengan tujuan tertentu
misalnya:
- Perlindungan geologi (perlindungan yang bertujuan untuk
melindungi formasi geologi tertentu)
- Perlindungan alam botani (bertujuan melindungi komunitas
tumbuhan tertentu)
- Perlindungan alam zoologi (bertujuan untuk melindungi
hewan langka atau hewan yang hampir punah)
- Perlindungan alam antropologi (bertujuan untuk
melindungi suku bangsa di daerah remote,misalnya suku Asmat di
Irian Jaya dan suku Badui di Banten)
- Perlindungan pemandangan alam (bertujuan untuk
melindungi keindahan alam suatu daerah, misalnya Lembah Sianok di Sumatera
Barat)
- Perlindungan monumen alam (bertujuan untuk melindungi
benda-benda alam tertentu, misalnya stalaktit atau stalagmit di gua)
- Perlindungan suaka margasatwa (bertujuan untuk
melindungi hewan yang terancam punah, misalnya harimau, badak, atau gajah)
- Perlindungan hutan (bertujuan untuk memberi manfaat
hidro orologis bagi daerah sekitarnya)
- Perlindungan ikan (bertujuan untuk melindungi spesies
ikan yang terancam punah)
C.Klasifikasi
keanekaragaman hayati
7. Klasifikasi
Keanekaragaman Hayati
Klasifikasi ini sangat penting dalam mengenali
makhluk hidup. Cabang ilmu biologi yang mempelajari hal ini adalah taksonomi.
Klasifikasi ini juga dibuat agar suatu makhluk hidup memiliki nama yang sama di
setiap daerah di belahan bumi ini.
1 .Tujuan dan Manfaat Klasifikasi
Klasifikasi atau pengelompokan makhluk hidup
ini bertujuan agar makhluk hidup sebagai objek studi menjadi lebih mudah untuk
dipelajari. Kegiatan klasifikasi ini juga sudah ada sejak manusia ada, dahulu
kala manusia mungkin hanya mengelompokan makhluk hidup menjadi hewan dan
binatang saja, namun sekarang sistem klasifikasi sudah sangat kompleks.
Manfaat klasifikasi bagi manusia adalah:
- untuk
memudahkan penelitian dan memberi nama spesies-spesies yang baru
ditemukan,
- untuk
dipelajari agar keanekaragaman hayati tetap terjaga, dan
- untuk
mengetahui hubungan antara organisme satu dengan lainnya.
2. Proses Klasifikasi
Proses klasifikasi ini berdasarkan tingkat
kekerabatan dan kesamaan antar makhluk hidup. Misalnya sapi dan kerbau memiliki
bentuk yang memiliki banyak kesamaan oleh karena itu termasuk ke dalam kelompok
mamalia.
3.Tata Nama Makhluk Hidup
Hingga pada abad ke-18 nama-nama suatu spesies
masih menggunakan bahasa latin yang panjang. Setelah itu Carolus Linnaeus
memperkenalkan sistem penamaan spesies yang baru, yaitu sistem binomial yang
menggantikan sistem penamaan polinomial yang panjang.
Sistem penulisan spesies yang dikembangkan oleh Linnaeus sampai
saat ini masih dipakai oleh para ahli taksonomi. Prinsip dari sistem binomial
ini adalah:
- Menggunakan
bahasa latin
- Menggunakan
kategori
- Menggunakan
dua kata
Dalam pengklasifikasiannya, makhluk hidup
dikelompokkan dalam kelompok besar hingga kelompok kecil yang disebut dengan
takson.
Kategori yang digunakan oleh Linnaeus kala itu
adalah kingdom, filum atau divisi, kelas, ordo, suku, genus, dan spesies.
Klasifikasi ini berdasarkan ciri-ciri umum yang kemudian semakin rendah
tingkatan takson maka makhluk hidup dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri yang
khusus.
Sejak zaman Aristoteles sampai pertengahan
abad ke-20, makhluk hidup hanya dibagi ke dalam dua kingdom, yaitu plantae dan
animalia.
Setelah ditemukannya mikroskop, biologiawan
Jerman bernama Ernst Haeckel mengusulkan satu kingdom baru yaitu Protista untuk
bakteri.
Pada tahun 1937, Edouard Chatton mengusulkan adanya
superkingdom Prokariota untuk bakteri dan Eukariota untuk jasad renik lainnya.
Setelah mikroskop elektron ditemukan, maka
pada tahun 1969 R H Whittaker mengusulkan klasifikasi lima kingdom. Lima
kingdom ini adalah monera, protista, fungi, plantae, dan animalia.
Pada tahun 1977 Carl Woese, mengelompokan
monera menjadi dua kelompok yang berbeda sehingga klasifikasi kingdom makhluk
hidup menjadi archaebacteria, eubacteria, protista, fungi, plantae, dan
animalia.
Usaha-usaha penamaan makhluk hidup ini secara
internasional sudah dimulai sejak tahun 1867 untuk tumbuhan dan 1898 untuk
hewan. Saat ini dalam dunia biologi juga telah dikenal kode internasional tata
nama tumbuhan (International Code of Botanical Nomenclature)
dan kode internasional tata nama hewan (International Code of Zoological
Nomenclature).
4. Penamaan Tingkat Takson
Terdapat beberapa aturan untuk menamai suatu tingkatan takson
makhluk hidup.
1. Nama jenis atau spesies
Berikut adalah ketentuan dalam penulisan suatu spesies makhluk
hidup:
- Huruf
pertama yang menunjukan marga ditulis kapital dan kata kedua yang
menunjukan spesies ditulis huruf kecil semua (contohnya Macaca fascicularis).
- Jika
ditulis tangan, kata pertama dan kata kedua diberi garis bawah (Paraserianthesfalcataria).
Jika dicetak maka nama spesies dicetak miring (Paraserianthes falcataria).
- Jika
nama penunjuk jenis lebih dari satu kata maka gunakan tanda hubung (Hibiscus rosa-sinensis).
Nama jenis hewan yang lebih dari tiga kata
tidak menggunakan tanda sambung dan untuk penulisan varietas menggunakan huruf
“var.” sebelum nama varietasnya (Hibiscus sabdarifa var.alba).
Jika kata penunjuk jenis merupakan nama dari penemunya maka
ditambahkan huruf (i), misalnyaPinus merkusii yang ditemukan oleh Merkus.
2. Nama genus
Nama marga atau genus terdiri atas satu kata
tunggal. Awal huruf dari kata yang menunjukan marga ditulis kapital.
3. Nama suku
Nama suku diambil dari nama genus dengan
ditambahkan akhiran -aceae untuk tumbuhan dan akhiran -idae untuk hewan
(misalnya Solanaceae).
4. Nama ordo
Nama ordo pada tumbuhan diberikan akhiran
-ales, sedangkan untuk hewan tidak ada aturan khusus.
5. Nama kelas
Nama kelas pada tumbuhan biasanya diberi akhiran -opsida, namun
pada hewan tidak ada aturan tertentu.
6. Nama filum atau divisi
Nama divisi biasanya diberi akhiran suku kata -phyta, namun pada
hewan tidak ada aturan yang khusus.
0 Comments